🌌 EKSPEDISI ONE MARS: TANPA TIKET PULANG
Tahun 2039.
Dua belas manusia dipilih dari ratusan ribu pelamar. Mereka adalah yang terkuat secara fisik, mental, dan dedikasi. Mereka menandatangani kontrak yang tidak biasa:
“Ini adalah perjalanan tanpa pulang. Bumi akan tinggal kenangan.”
Di antara mereka adalah Dimas Hendra, 34 tahun, ilmuwan tanah asal Indonesia.
🚀 Hari Keberangkatan
Roket Erebus-1 meluncur dari Cape Canaveral, meninggalkan jejak api di langit Bumi. Dimas menatap layar monitor. Di sana terpampang wajah istrinya dan putri kecilnya, Anya.
“Papa, nanti kalau di Mars, bisa tanam bunga nggak?”
“Bisa, sayang. Papa akan tanam bunga untukmu.”
🟥 Hari ke-192 di Mars
Habitat utama berdiri di kawah Jezero. Para kru hidup dalam kubah kaca bertekanan tinggi, dengan oksigen buatan dan makanan hasil cetak 3D. Semua berjalan baik… sampai malam itu.
Tiba-tiba, alarm berbunyi.
“WARNING: OXYGEN DROP DETECTED IN SECTOR 3.”
Dimas dan dua kru lainnya bergegas ke sektor tiga, tempat unit penanaman eksperimental berada. Pintu otomatis terbuka setengah, lalu mati. Ketika mereka paksa masuk… bau plastik terbakar menyengat hidung.
Unit pelebur CO₂—yang memproduksi oksigen—hangus terbakar.
🔥 Krisis
“Cadangan oksigen hanya cukup untuk 5 hari,” kata Kapten Yeliz.
“Kita bisa perbaiki?” tanya Dimas.
“Tidak. Suku cadangnya… hanya satu. Dan itu… sudah dipakai.”
Sunyi melanda. Satu-satunya solusi: mengurangi jumlah penghuni habitat.
Tak ada suara. Tapi semua tahu, itu berarti: beberapa harus mati agar yang lain bisa bertahan.
🧪 Sebuah Keputusan Gila
Malam harinya, Dimas menyelinap ke lab biologis. Dia tahu satu hal: Mars memiliki perklorat beracun. Tapi… jika dikombinasikan dengan enzim dari jamur hasil mutasi eksperimen mereka… bisa menghasilkan reaksi eksoterm yang memecah CO₂ menjadi O₂.
“Gila,” katanya dalam hati. “Tapi kalau berhasil… kita bisa selamat semua.”
Tanpa izin, Dimas mulai eksperimen itu sendirian.
Dalam 12 jam… lab meledak sebagian.
Dimas terluka—lengan kirinya terbakar parah—tapi hasilnya nyata:
Persentase oksigen meningkat.
💔 Harga yang Dibayar
Kapten Yeliz memanggil seluruh kru.
“Dimas… menyelamatkan kita. Tapi tubuhnya… tak kuat menghadapi efek paparan perklorat.”
Dimas terbaring, napasnya berat.
“Tanamkan bunga untuk Anya…” bisiknya sebelum matanya menutup selamanya.
🌱 Epilog
5 tahun kemudian.
Kubah Mars kini berdiri kokoh. Tanaman hijau tumbuh perlahan.
Dan di dekat padang merah berbatu, berdiri batu nisan sederhana bertuliskan:
DIMAS HENDRA
Ilmuwan. Ayah. Pahlawan Tanpa Pulang.
Di sini ia menanam bunga, demi masa depan umat manusia.
Komentar Anda