Mencari Kayu Bakar: Petualangan Masa Kecil Penuh Cerita dan Kearifan Lokal di NTB

Yusuf Bimbi
Oleh -
0

Di bawah bayang-bayang ketakutan dan aroma harum ular, Iri dan saya berburu kayu bakar.

Era 2011, sebelum LPG mewarnai dapur di Nusa Tenggara Barat, aroma kayu bakar masih menjadi penanda pagi dan senja di kampung saya.

Saat itu sekitar tahun 1993-1999 waktu SD, SMP, SMA, di tengah terik mentari sore, saya dan Iri, misan saya yang kini tinggal di Sumatra (Palembang), menjelajahi tepian sungai yang mengalir di dekat kampung, mencari kayu bakar untuk ibu.

Di era tanpa gadget tersebut, mencari kayu bakar bukan sekadar tugas, tapi petualangan kecil yang penuh cerita. Tangan kiri saya mencengkeram kayu bakar, ditaruh di bahu, langkah kaki kecil menyusuri tepian sungai. Di sana, kayu-kayu tergeletak bagai hadiah alam yang menanti.

Mencari Kayu Bakar: Sebuah Ritual Cinta dan Tanggung Jawab

Lebih dari sekadar bahan bakar, kayu bakar adalah simbol cinta dan tanggung jawab. Senyum ibu saat saya pulang membawa kayu bakar adalah salah satu kenangan terindah masa kecil. Di balik keringat dan kelelahan, ada kepuasan tersendiri dalam membantu orang tua.

Tak hanya di tepian sungai, kami juga mencari kayu bakar di Lendang, lahan milik keluarga yang rimbun di tepi sungai. Pohon mangga, bambu, jamplung, oah, banten, dan berbagai jenis kayu lainnya menjadi teman setia kami.

Lendang: Tempat Misteri dan Aroma Harum yang Menakutkan

Sore hari menjadi waktu favorit kami untuk berburu kayu bakar. Lendang yang lebat menyimpan cerita-cerita seram yang sering diceritakan orang tua. Hanya anak-anak pemberani yang berani melangkahkan kaki ke sana.

Suatu sore, saat mendekati semak-semak dengan rumpun enau kecil, aroma harum yang menusuk hidung tiba-tiba menyapa. Semakin dekat, semakin harum, tapi rasa takut pun semakin besar. Pernah mendengar cerita tentang ular yang sedang melahirkan di balik aroma harum itu, saya pun berlari mundur ketakutan.

Mitos dan Legenda yang Melekat di Lendang

Cerita-cerita mistis tentang Lendang tak henti-hentinya beredar. Cahaya terang di rerimbunan pohon, suara tentara berlatih, dan legenda pertempuran pasukan Sakra dan Bali konon masih membayangi Lendang.

Disebutkan dalam Babad Sakra pada bait ke-242. Dikisahkan bahwa pasukan Sakra bertemu dengan pasukan Bali di Bimbi dan terjadi pertempuran di sana. Pasukan Sakra kemudian mengungsi ke Poyak Oyak yang berjarak sekitar 1-2 km dari Bimbi, seperti yang tertulis dalam bait ke-243.

Api Unggun dan Ikan Bakar: Kehangatan dan Kebersamaan

Memasak dengan kayu bakar bukan hanya tentang kebutuhan, tapi juga tentang suasana hangat dan kebersamaan. Ibu yang menunggui api biasanya akan membakar ikan atau kedelai di atas bara, menjadi camilan lezat di tengah kesederhanaan.

Cerita Masa Lalu yang Mengantarkan Masa Depan

Berburu kayu bakar adalah sepenggal pengalaman hidup anak zaman 1987-1997, sebuah era tanpa gadget dan teknologi canggih. Di balik kesederhanaan dan cerita-cerita mistis, tertanam nilai-nilai kekeluargaan, tanggung jawab, dan kecintaan pada alam.

Apakah Anda pernah mengalami masa kecil seperti ini? Bagikan ceritamu di kolom komentar!

Posting Komentar

0Komentar

Komentar Anda

Posting Komentar (0)