Anak Gunung Baru Jari - Photo Google |
Kemudian pada tanggal 3 November 2015, gunung baru kembali meluahkan asap ke langit disertai muntahan debu halus abu vulkanik.
Seperti diberitakan berbagai media, ketinggian asap bahkan mencapai ribuan meter ke atas (3500 meter), lalu tertiup angin kencang ke arah barat yang mencapai Banyuwangi.
Dampak langsung dari asap letusan ini telah membuat 3 kecamatan di sekitarnya terkena abu, sehingga dengan kejadian ini, BPBD NTB menetapkan status waspada, "Kalau status masih tetap waspada belum ada peningkatan," demikian dikatakan Kepala BPBD NTB H Azhar di Mataram, Selasa, (03/11/2015) seperti dimuat CNN Indonesia.
Disamping itu abu vulkanik juga mengganggu aktivitas penerbangan di beberapa bandara seperti bandara Internasional Lombok (BIL), Bandara Selaparang, Bandara Ngurah Rai, Bandara di Banyuwangi, Jember, Juanda dll yang menyebabkan lebih dari 500 penundaan penerbangan.
Teringat beberapa referensi yang pernah saya baca mengenai kengerian saat Gunung Samalas meletus sekitar tahun 1257 M dimana letusan ini bahkan disinyalir sebagai bencana yang bertanggung jawab terhadap kematian dan derita kelaparan besar warga Eropa.
Seperti dimuat dalam http://ensiklo.com/, bahwa sebagaimana tertuang dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, letusan gunung Samalas masuk dalam kategori “ledakan termega” dimana besarnya
letusan gunung Samalas ini 8 kali lebih dahsyat dibanding Krakatau dan 2
kali lebih besar ketimbang letusan gunung Tambora. Bisa dibayangkan
kehebatannya?
Tidak mengherankan sekiranya perubahan
iklim juga terjadi secara signifikan. Lantaran -sebagaimana pemaparan
dalam beberapa teks zaman Pertengahan- ada yang menerangkan bahwa pada
musim panas tahun 1258, cuaca justru malah menjadi dingin sepanjang
tahun. Hujan juga tak kunjung reda dan mengakibatkan banjir. Bukan
tidak mungkin debu letusan Samalas mencapai dua kutub es dunia.
Kalau memperhatikan photo Gunung Rinjani yang ada di atas yang saya ambil dari google, terlihat Anak Gunung Baru Jari ini hanya sebuah titik kecil, dimana menurut saya sendiri terlihat seperti sumbu dari gunung Rinjani yang sebenarnya.
Jika sekarang anak gunung baru jari ini / Sumbu Gunung Rinjani sedang batuk-batuk, apakah itu tidak menyembunyikan sesuatu yang lebih besar?
Dengan menyebut sumbu ini "anak gunung" seolah membuat konotasi hanya sebuah gunung kecil yang tidak perlu ditakutkan.
Kita semua tidak ada yang menginginkan bencana, tetapi mengantisipasi adalah lebih baik daripada tidak sama sekali.
Mudahan tidak akan terjadi lagi letusan samalas yang membuat dunia gelap dan dingin sepanjang tahun sehingga menyebabkan banjir, kelaparan dan penyakit.
Mudahan Anak Gunung Baru Jari tak akan membangkitkan induknya yang sedang tidur nyenyak.
Komentar Anda