Cerpen Gadis Kelor

Yusuf Bimbi
Oleh -
0
 

 
Cerpen    : Gadis Penjaga Pohon Kelor
Batu kecubung air itu sebenarnya tidak special, warnanya sama saja dengan seluruh batu kecubung air yang ada, cuma bedanya di tengah-tengahnya seolah ada gumpalan awan cumulonimbus yang terlihat tebal, itulah satu hal yang membuatnya terlihat indah di mataku.

Dan satu lagi, Awan cumulonimbus di dalam batu itu itu menyisakan segumpal misteri yang masih saja menyesakkan dadaku. Tentang Gadis Penjaga Pohon Kelor. Gadis yang tak pernah aku jumpai dalam kehidupan nyata, tetapi aku merasa mengenalnya. Gadis yang berdiam dalam batu, dalam gugusan cumulonimbus yang tebal. Mengaku Penjaga Pohon Kelor di samping rumahku.

Jujur ada rasa sesak saat aku mengingat batu itu. Tapi bagaimanapun aku mengingatnya, kini keberadaannya telah jauh, sebab aku telah mengirimnya kepada seorang teman di pulau Sumatera sana. Entah bagaimana ia merawat batu itu. Atau bahkan batu itu sudah di buangnya jauh-jauh.
Aku mendapatkan batu itu dengan membeli sekepal batu kecubung di Ampenan Mataram, kemudian memotongnya dan menggosoknya pada perajin yang mangkal di tempat itu. Awalnya aku tertarik sebab melihat motif pusar bumi pada batu itu.

Aku berpesan pada perajin agar memotongnya dan menyisakan motif pusar bumi tepat di tengahnya. Tetapi aneh, pas batu cin-cin itu jadi, motif pusar bumi itu hilang, justru tertinggal penampakan awan cumulonimbus yang tebal di dalam batu.

Tidak ada hal aneh dengan batu itu kecuali suatu malam saat aku meletakkannya di jari manisku sebagai sebuah cin-cin, tiba – tiba saja malam itu aku bermimpi bertemu seseorang.

Terlihat jelas dalam mimpiku, seorang gadis menghadang aku dalam sebuah perjalanan dan mengajakku berbincang. Kami terlibat perbincangan hangat seolah telah mengenal lama satu sama lainnya.

Di tengah perbincangan itu, tiba-tiba dia juga bertanya kepadaku tentang perasaanku padanya. Benarkah aku menyukainya? Saat itu aku diam tak dapat menjawab, sebab aku ragu, karena belum begitu pasti dengan keyakinan perasaanku padanya.
 
Dan tiba-tiba saja aku terbangun dari mimpiku. Aku termangu, menengadahkan wajah ke langit-langit kamar yang gelap, mencoba mengingat detil mimpiku. Lalu bertanya pada diriku sendiri, mengapa bisa bermimpi seperti itu?

Malam berikutnya aku kembali mengenakan cin-cin bertahtakan batu kecubung air itu di jari manisku, hendak meyakinkan diri, jika mimpi semalam sebenarnya mimpi kebetulan saja yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan batu itu.

Namun ternyata gadis itu kembali datang dalam mimpi. Kali ini ia datang dengan wajah yang terlihat bingung. Aku bertanya, mengapa ia terlihat bingung. Ia menjawab bahwa ia merasa sedang galau, sebab aku belum menjawab pertanyaannya, tentang perasaanku padanya.

Maka saat itu aku mengatakan, meski aku merasa akrab, namun aku tak ada niat yang lebih jauh tentang perasaan itu. Aku mengatakan bahwa aku orang yang mudah berteman dengan siapa saja. Meskipun tiada hubungan kekerabatan atau hubungan lainnya.
 
Mendengar jawaban itu terlihat gadis itu agak kecewa. Mungkin dia menginginkan jawaban yang lebih. Lebih dari sekedar sebuah pertemanan biasa. Kemudian dia berkata. "Jika tak menyukaiku, jangan pernah melihatku lagi". Aku terdiam, karena aku tak mengerti arah dari apa yang dikatakannya.

Besoknya ketika aku membuka pesan di inbok ponselku, terlihat sebuah pesan pendek tertulis. "Sobat, jadi nggak kirimin aku batu itu?" Aku menulis jawaban singkat. "Jadi, entar siang aku kirim lewat Pos", Jawabku.

Siangnya dengan tergesa aku mengirim batu kecubung air itu lewat pos. Sebelumnya aku menyempatkan diri memperhatikan keindahan gumpalan awan cumulonimbus yang tergambar di tengah batu itu untuk terakhir kalinya.

Malam itu tak ada lagi cin-cin di tanganku, karena batunya sudah kukirim ke tempat yang jauh. Aku yakin aku tak akan bermimpi aneh lagi seperti sebelumnya. Namun ternyata malam itu aku bermimpi lagi.

Masih gadis yang sama, menjumpaiku dengan wajah sedih. "Kamu yang mengambil aku, kini kau membuangku jauh. Apa salahku padamu?" Tanyanya.
"Siapa sebenarnya kamu, meski kita pernah bertemu, namun aku tak mengenal pasti dirimu". Jawabku

"Aku gadis penjaga pohon kelor di samping rumahmu. Suatu hari kau mengajakku bersamamu. Aku berdiam dan bersembunyi di gugusan awan cumulonimbus itu. Selalu mengawasimu. Aku senang dan tentram di dekatmu. Tapi kini aku yakin bila kita tak akan berjumpa lagi, kini aku telah menjadi milik orang".

Tiba-tiba saja aku terbangun. Serasa ada cin-cin bertahtakan batu kecubung air itu di jari manisku. Seolah mengecup lembut jari manisku dengan sedu sedan tangis perpisahan. Tapi itu hanya perasaanku saja karena batu cin-cin itu memang telah aku kirim pada temanku. Aku teringat, dulu aku memang pernah menempelkan batu cin-cin itu dan menggosoknya pada batang pohon kelor di samping rumahku.

Kini kutahu, gadis itu adalah ternyata penjaga pohon kelor yang masuk ke batu itu. Mungkin ia sebangsa Jin atau mahluk halus lainnya. Dan benar, sampai berbulan-bulan lamanya. Gadis itu tak pernah datang lagi dalam mimpiku.

Aku hanya berharap, gadis itu akan tentram di kejauhan sana. Berdiam dan bersembunyi di balik gugusan awan cumulonimbus yang tebal itu. Sambil mengawasi teman hidupnya yang baru, dari balik batu kecubung air itu, ataukah ia justru tak pernah bahagia? Entahlah.


Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Komentar Anda

Posting Komentar (0)